TUHAN BARU

Boko Haram dan ISIS saat ini menjadi organisasi teror terkuat dan terbesar didunia. Boko Haram telah menjangkau Nigeria, Kamerun dan Chad dengan menelan korban kematian sampai 157%, meningkat dari tahun 2015. ISIS dan afiliasinya telah mempengaruhi 15 negara baru, total pada 2016  ISIS  'aktif' di 28 negara. Jumlah Korban yang disebabkan baik Boko Haram maupun ISIS mencatatkan rekor tertinggi dalam 16 tahun terakhir.

Sukses Boko Haram dan ISIS dalam memperluas pengaruhnya di berbagai negara tidak bisa dipungkiri karena mereka lihai memonopoli ideologi Islam yang menurut mereka benar. Sebuah pemahaman Islam yang kemudian dicampur dengan politik praktis untuk menyatukan seluruh umat muslim dibawah kekhalifahan Islam. Sayangnya dalam kasus Boko Haram dan ISIS, pemahaman ini tidak dilandaskan oleh kemiskinan, ketidakadilan dan ketertidasan yang ada di masyarakat, melainkan karena sebuah kepentingan kelompok tertentu.

Qutbiyya, ideologi Islam yang dikembangkan oleh Sayyid Qutb mendapatkan perhatian luas karena diyakini menjadi tumpuan ideologi jihad ekstremis. Salah satu ajaran Qutbiyya yang paling kontroversial adalah Takfir, meyakini bahwa orang-orang yang menyebut diri mereka Muslim tidaklah benar-benar Muslim. Prinsip ini juga yang kemudian mengilhami tokoh seperti Ayman Al-Zawahiri, Osama Bin Laden hingga Abu Bakar al-Baghdadi melegitimasi tindak kekerasan kepada non-Muslim, bahkan juga kepada Muslim yang tidak sepaham dengan mereka.

Sayyid Qutb on trial in 1966
Image source

Kelompok garis keras selalu menginginkan pembaruan sistem politik melalui dasar ideologi  mutlak tanpa syarat. FPI (front Pembela Islam)  yang berdiri dikarenakan adanya krisis liberalisasi dan sekulerisasi di Indonesia pada tahun 1998. Masih hangat diingatan, kutbah Sholat Jumat Habib Rizieq pada Aksi Damai 212, yang menyebutkan bahwa hukum Allah di atas segalanya, dan ayat suci lebih tinggi dari ayat konstitusi. Hizbut Tahrir Indonesia menjadi partai politik ideologis yang bahkan dilarang di negaranya berdiri, karena menganggap nasionalisme merupakan perwujudan jahiliyah moderen. 

Jauh dilubuk hati kita sadar bahwa FPI dan HTI sebenarnya tidak merepresentasikan nilai dan norma mayoritas Muslim Indonesia. Muslim Indonesia adalah Muslim yang tepo seliro, menenggang perasaan orang lain, menjunjung budi pekerti yang luhur tanpa membedakan suku atau bangsa manapun. Muslim Indonesia bukanlah Muslim yang menjadikan ideologi ke-Islam-annya sebagai senjata justifikasi kekerasan dan diskriminasi.

Karena kita bukanlah Muslim yang berlandaskan penggalan ayat-ayat Al-Quran yang kemudian diterjemahkan hanya secara harfiah dan terpotong-potong. Kemudian menganggap pendirian kita adalah yang paling murni dan pasti. Memilah semua hal menjadi dua, benar atau salah, hak atau batil setelah itu merumuskan menjadi taat atau kafir. 

Muncul pertanyaan yang selama dua bulan terakhir berputar di benak saya, apa sebenarnya motif ketiga jilid Aksi Bela Islam ini: penjarakan Ahok, ternistanya surat Al-Maidah 51, jatuhkan Jokowi, atau mendirikan khilafah di Indonesia?

Much Love,
Karima Sindhunanti

Komentar

Postingan Populer